PERATURAN DAN REGULASI
RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank Indonesia tentang internet banking)
I. PENDAHULUAN
Saat ini
pemanfaatan teknologi informasi merupakan bagian penting dari hampir seluruh
aktivitas masyarakat. Bahkan di dunia perbankan dimana hampir seluruh proses
penyelenggaraan sistem pembayaran dilakukan secara elektronik (paperless).
Salah satu contohnya ialah internet banking atau e-banking. Berikut ini
merupakan pengertian dari internet banking.
Internet
Banking adalah salah satu pelayanan jasa Bank yang memungkinkan nasabah untuk
memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan
melalui jaringan internet, dan bukan merupakan Bank yang hanya menyelenggarakan
layanan perbankan melalui internet, sehingga pendirian dan kegiatan Internet
Only Bank tidak diperkenankan.
Oleh sebab
itu, Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas kegiatan perbankan di Indonesia mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Resiko
Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Pada Bank Umum agar setiap bank yang
menggunakan Teknologi Informasi khususnya internet banking dapat meminimalisir
resiko-resiko yang timbul sehubungan dengan kegiatan tersebut sehingga
mendapatkan manfaat yang maksimal dari internet banking.
II.
Teori
Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait dengan pengelolaan
atau manajemen risiko penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/18/DPNP, tanggal 20 April
2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank
Melalui Internet (Internet Banking)
Pokok-pokok pengaturannya antara lain sbb:
1.
Bank yang menyelenggarakan kegiatan internet
banking wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking
secara efektif.
2.
Penerapan manajemen risiko tersebut wajib
dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis dengan mengacu
pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank
Melalui Internet (Internet Banking), yang ditetapkan dalam lampiran dalam Surat
Edaran Bank Indonesia tersebut.
3.
Pokok-pokok penerapan manajemen risiko bagi bank
yang menyelenggarakan kegiatan internet banking adalah
Ketentuan-ketentuan tersebut tentu saja belum bisa mengakomodir
kejahatan-kejahatan di dunia maya yang modus operasi terus berkembang. Selain
itu dalam penanganan kasusnya seringkali menghadapi kendala antara lain dalam
hal pembuktian dengan menggunakan alat bukti elektronik dan ancaman sanksi yang
terdapat dalam KUHP tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh si
korban.
Terkait dengan hal-hal tersebut, kehadiran Undang-undang tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-undnag tentang Transfer
Dana (UU Transfer Dana) diharapkan dapat menjadi faktor penting dalam upaya
mencegah dan memberantas cybercrime serta dapat memberikan deterrent effect
kepada para pelaku cybercrime sehingga akan berpikir jauh untuk melakukan
aksinya. Selain itu, hal yang penting lainnya adalah pemahaman yang sama dalam
memandang cybercrime dari aparat penegak hukum termasuk di dalamnya law
enforcement.
Ketentuan/peraturan untuk memperkecil resiko dalam penyelenggaraan
E-banking, yaitu:
1.
Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang penggunaan teknologi system
informasu oleh bank.
2.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen.
3.
Ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan
Prinsip mengenai nasabah
4.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
5.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP
tanggal 20 April 2004 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas
Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet
Payung hukum setingkat
undang-undang yang khusus mengatur tentang kegiatan di dunia maya hingga saat
ini belum ada di Indonesia. Dalam hal ini terjadi tindak pidana kejahatan dunia
maya, untuk penegakan hukumnya masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada
di KUHP yakni mengenai pemalsuan surat, pencurian, penggelapan, penipuan,
penadahan, serta ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang tentang tindak
pidanan pencucian uang dan Undang-undang tentang merek.
Ketentuan-ketentuan tersebut tentu
saja belum bisa mengakomodir kejahatan-kejahatan di dunia maya yang modus
operasi terus berkembang. Selain itu dalam penanganan kasusnya seringkali
menghadapi kendala antara lain dalam hal pembuktian dengan menggunakan alat bukti
elektronik dan ancaman sanksi yang terdapat dalam KUHP tidak sebanding dengan
kerugian yang diderita oleh si korban.
Terkait dengan hal-hal tersebut,
kehadiran Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan
Undang-undnag tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana) diharapkan dapat menjadi
faktor penting dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrime serta dapat
memberikan deterrent effect kepada para pelaku cybercrime sehingga akan
berpikir jauh untuk melakukan aksinya. Selain itu, hal yang penting lainnya
adalah pemahaman yang sama dalam memandang cybercrime dari aparat penegak hukum
termasuk di dalamnya law enforcement.
III. Kesimpulan
Dalam bidang
informasi dan transaksi banyak kejahatan-kejahatan yang masih banyak ditemukan.
Adanya peraturan dan regulasi sangat dibutuhkan diberbagai bidang dan adanya
hal tersebut keamanan dan kenyamanan dapat tercipta. Semakin banyak pihak-pihak
yang tidak berwenang yang berbuat semena-mena. Walaupun peraturan sudah ada dan
diterapkan masih banyak yang melakukan kejahatan. Bagaimana kalau peraturan itu
tidak ada dan tidak diterapkan? Mungkin Negara ini akan lenyap perlahan-lahan.
Maka dari itu peraturan yang dibuat harus dipertegas dan dibuat hukuman jera
agar pihak yang melakukan kejahatan akan jera.