Sabtu, 16 Desember 2017

Peraturan dan Regulasi



PERATURAN DAN REGULASI

RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank Indonesia tentang internet banking)


I.                   PENDAHULUAN

Saat ini pemanfaatan teknologi informasi merupakan bagian penting dari hampir seluruh aktivitas masyarakat. Bahkan di dunia perbankan dimana hampir seluruh proses penyelenggaraan sistem pembayaran dilakukan secara elektronik (paperless). Salah satu contohnya ialah internet banking atau e-banking. Berikut ini merupakan pengertian dari internet banking.
Internet Banking adalah salah satu pelayanan jasa Bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan merupakan Bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet, sehingga pendirian dan kegiatan Internet Only Bank tidak diperkenankan.
Oleh sebab itu, Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas kegiatan perbankan di Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Pada Bank Umum agar setiap bank yang menggunakan Teknologi Informasi khususnya internet banking dapat meminimalisir resiko-resiko yang timbul sehubungan dengan kegiatan tersebut sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal dari internet banking.
II.                Teori
Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait dengan pengelolaan atau manajemen risiko penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/18/DPNP, tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking)
Pokok-pokok pengaturannya antara lain sbb:
1.      Bank yang menyelenggarakan kegiatan internet banking wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif.
2.      Penerapan manajemen risiko tersebut wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis dengan mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking), yang ditetapkan dalam lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut.
3.      Pokok-pokok penerapan manajemen risiko bagi bank yang menyelenggarakan kegiatan internet banking adalah
Ketentuan-ketentuan tersebut tentu saja belum bisa mengakomodir kejahatan-kejahatan di dunia maya yang modus operasi terus berkembang. Selain itu dalam penanganan kasusnya seringkali menghadapi kendala antara lain dalam hal pembuktian dengan menggunakan alat bukti elektronik dan ancaman sanksi yang terdapat dalam KUHP tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh si korban.

Terkait dengan hal-hal tersebut, kehadiran Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-undnag tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana) diharapkan dapat menjadi faktor penting dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrime serta dapat memberikan deterrent effect kepada para pelaku cybercrime sehingga akan berpikir jauh untuk melakukan aksinya. Selain itu, hal yang penting lainnya adalah pemahaman yang sama dalam memandang cybercrime dari aparat penegak hukum termasuk di dalamnya law enforcement.

Ketentuan/peraturan untuk memperkecil resiko dalam penyelenggaraan E-banking, yaitu:

1.    Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang penggunaan teknologi system informasu oleh bank.
2.    Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
3.    Ketentuan Bank Indonesia tentang penerapan Prinsip mengenai nasabah
4.    Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
5.    Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP tanggal 20 April 2004 tentang Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet
Payung hukum setingkat undang-undang yang khusus mengatur tentang kegiatan di dunia maya hingga saat ini belum ada di Indonesia. Dalam hal ini terjadi tindak pidana kejahatan dunia maya, untuk penegakan hukumnya masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang ada di KUHP yakni mengenai pemalsuan surat, pencurian, penggelapan, penipuan, penadahan, serta ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang tentang tindak pidanan pencucian uang dan Undang-undang tentang merek.

Ketentuan-ketentuan tersebut tentu saja belum bisa mengakomodir kejahatan-kejahatan di dunia maya yang modus operasi terus berkembang. Selain itu dalam penanganan kasusnya seringkali menghadapi kendala antara lain dalam hal pembuktian dengan menggunakan alat bukti elektronik dan ancaman sanksi yang terdapat dalam KUHP tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh si korban.

Terkait dengan hal-hal tersebut, kehadiran Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-undnag tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana) diharapkan dapat menjadi faktor penting dalam upaya mencegah dan memberantas cybercrime serta dapat memberikan deterrent effect kepada para pelaku cybercrime sehingga akan berpikir jauh untuk melakukan aksinya. Selain itu, hal yang penting lainnya adalah pemahaman yang sama dalam memandang cybercrime dari aparat penegak hukum termasuk di dalamnya law enforcement.

III.            Kesimpulan

Dalam bidang informasi dan transaksi banyak kejahatan-kejahatan yang masih banyak ditemukan. Adanya peraturan dan regulasi sangat dibutuhkan diberbagai bidang dan adanya hal tersebut keamanan dan kenyamanan dapat tercipta. Semakin banyak pihak-pihak yang tidak berwenang yang berbuat semena-mena. Walaupun peraturan sudah ada dan diterapkan masih banyak yang melakukan kejahatan. Bagaimana kalau peraturan itu tidak ada dan tidak diterapkan? Mungkin Negara ini akan lenyap perlahan-lahan. Maka dari itu peraturan yang dibuat harus dipertegas dan dibuat hukuman jera agar pihak yang melakukan kejahatan akan jera.